HUTAN NANTU

Hutan Nantu yang terdapat di provinsi Gorontalo ini merupakan Rimba atau hutan Purba yang  Kaya akan Flora dan Fauna Endemik. Seperti dalam film Jurassic Park, Pohon besar menjulang tinggi yang dikelilingi berbagai tanaman merambat, juga rotan dan akar beringin. Pohon Rao raksasa tumbuh dan saling berdekatan satu sama lain, di selanya tumbuh tanaman rimba lainnya, tidak menyisakan ruang bagi sinar matahari jatuh ke tanah. Lembab dan becek mempercepat pembusukan daun dan juga kayu lapuk. Barisan semut tak henti berlalu membawa potongan daun dan bangkai serangga mati, cendawan merah lunak menempel di cabang pohon yang membusuk, jamur ini berpendar malam hari. Suara serangga dan hewan lain bersahutan, sesekali suara burung Julang Sulawesi (Rhyticeros Cassidix) menyela.
Hutan hujan tropis yang asli ini di hutan Gorontalo berada di Nantu. Hutan ini merupakan kekayaan dunia yang sangat penting, karena nantu merupakan salah satu dari sedikit hutan di Sulawesi yang masih utuh. Pohon raksasa Rao (Dracontomelum Dao), Nantu (Nyatoh), pohon Inggris (Eucalyptus Deglupta) beradu tinggi dengan rotan batang yang merambatinya, tidak terhitung kehidupan liar yang di bawahnya.

Suaka Marga Satwa Nantu merupakan kawasan hutan seluas 31.000 ha yang menjadi kekayaan dunia. Di kawasan ini merupakan bagian dari bio-geografi Wallacea yang kaya keanekaragamanhayatinya. Nantu merupakan zona transisi dan campuran antara fauna Asia dan Australia. Di rimba ini hidup secara baik satwa yang tidak ada di bagian dunia lain seperti Anoa (Bubalus Depressicornis), Babi rusa (Babyroussa babbyrussa), Monyet Sulawesi (Macaca Heckii), Tarsius (Tarsius Spectrum), Babi Hutan (Sus Celebensis). Di hutan ini juga hidupan bagi 90 spesies burung, yang 35 jenis diantaranya adalah endemik. Hutan ini juga menjadi penyangga bagi ketersediaan air bagi puluhan ribu masyarakat yang mendiami daerah di bawahnya.

Untuk menuju hutan Nantu, perjalanan dimulai dari ujung desa Mohiolo. Di sini ada perahu yang akan mengantarkan pengunjung menyusuri sungai Paguyaman yang keruh. Selama 2,5 jam disuguhi kehidupan burung air yang eksotik. Bangau putih mendominasi, mereka berjemur di bebatuan pinggir sungai, di atas pohon tumbang hingga bertengger di semak perdu kanan-kiri sungai,bebek telaga yang biasa disebut Duwiwi juga senang bergerombol di pinggiran sungai. Tak terhitung jenis lain seperti Raja Udang, juga Bangau hitam berleher panjang yang sulit dijumpai dengan mudah disaksikan di sini, juga betet kelapa punggung biru hingga burung pendeta.

Semakin mendekati hutan, banyak dijumpai tanah kosong yang hanya ditumbuhi rerumputan yang tidak memiliki nilai ekonomi. Sepertinya setelah masyarakat mengambil kayu, lahan dibiarkan terlantar tak terurus.

Tidak semua jalur sungai mulus dilalui, ada bagian yang harus dangkal dan harus diwaspadai pengemudi ketinting. Hutan Nantu merupakan tempat yang baik bagi perkembangan Anoa, Babi rusa dan satwa endemik Sulawesi lainnya. Di Nantu ini bisa dengan mudah dijumpai satwa tersebut. Babi rusa sejak 1996 dinyatakan langka dan dlindungi pememrintah Indonesia dan hukum internasional karena sudah masuk dalam buku merah IUCN dab CITES.


Hewan ini sangat unik, memiliki taring yang tumbuh dari hidung dan bengkok ke belakang di depan matanya. Menurut Abdul Harus Mustari, dosen IPB Bogor, hutan Nantu merupakan tempat terbaik bagi satwa endemik, khususnya Babi rusa di daratan Sulawesi. Hal ini terjadi karena ada keunikan alam yang dimilikinya, air panas yang mengandung sulphur dan bergaram, padahal daerah ini letaknya 40 km dari garis pantai. Di tempat ini merupakan tempat yang terbaik untuk menyaksikan satwa langka yang menjadi maskot Sulawesi.

Yang unik juga, rotan berbagai jenis tumbuh subur. Rotan batang yang paling banyak dijumpai menjulur berpuluh meter di atas pohon yang disandarinya. Pohon rotan susu yang memiliki duri rapat juga melintang diantara pepohonan. Selain itu bisa dengan mudah melihat rotan Tohiti yang memiliki nilai ekonomis tinggi, rotan ini dikenal warna dan kehalusannya. Sebenarnya yang paling pas daerah ini dinamakan suaka marga satwa Rao karena banyaknya pohon Rao raksasa. Batangnya demikian besar menjadi daya tarik siapa saja yang datang di hutan ini.

Keunikan dan kekayaan keanekaragaman hayati ini telah menarik sejumlah broadcasting internasional untuk mengabadikannya, tercatat BBC London, NHK Jepang, TV Perancis telah mengabadikannya, demikian juga media nasional.

Hutan Nantu merupakan laboratorium alam terlengkap dan terbaik dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya satwa dan flora endemik Sulawesi. Hutan hujan tropis ini masih perawan, tempat hidup satwa khas Sulawesi. Masyarakat, sekolah, perguruan tinggi dan peneliti Gorontalo harus mampu menjadikannya sebagai pusat studi lingkungan yang baik, masih banyak spesies yang belum ditemukan dan dipelajari di kawasan ini. Ini merupakan tantangan pemerintah dan masyarakat ke depan.

Babi Rusa Gorontalo Dikenal Eropa Sejak 1650. Ternyata para peneliti Eropa sudah mengenal Babi Rusa (Babyroussa babbyrussa) sejak abad 17. Pada tahun 1658 seorang warga Belanda bernama Piso dalam bahasa Latin membuat ilustrasi tubuh babi rusa dengan hanya bermodalkan potongan tengkorak yang ditemukan. Meski ilustrasi tersebut jauh dari tubuh Babi rusa sesungguhnya, namun sepotong tengkorak tersebut telah menjadi pembuka studi babi rusa di Eropa.

Alfred Russel Wallace, sang ilmuwan pengelana bergembira saat kapalnya merapat di Sulawesi. Informasi yang didapat tentang banyaknya satwa dan tumbuhan di pulau ini menggugahnya untuk menyaksikan langsung keberadaannya. Untuk pertama kali ia melihat babi rusa di hutan Likupang Minahasa pada tahun 1860. Ia mampu mendekomentasikan visual hewan endemik Sulawesi ini, gambaran Piso tentang hewan ini kemudian disempurnakan setelah 200 tahun.

Piso menggambarkan babi rusa sebagai hewan yang memiliki taring melengkung di depan matanya, tubuhnya langsing seukuran anjing kampung besar atau seekor rusa, bulunya seperti anjing pemburu yang berwarna keabu-abuan, hewan ini memiliki mulut dan kepala seperti babi pada umumnya dengan mata dan telinga mungil. Kuku dan kakinya mirip rusa, dengan ekor yang bergelung melingkar seperti spiral. Babi rusa ini digambarkan sebagai hewan liar yang berasal dari zaman purba.

Rekaan tubuh yang berbekal sebuah tengkorak Babi rusa Piso ini menggelitik Lynn Marion Clayton, Doktor Eko-Biologi Babi rusa dari Oxford University, Inggris. Wanita ramah yang menghabiskan waktu 21 tahun di hutan Nantu, kawsaan gunung Boliyohuto ini mengtakan ekor Babi rusa tidak melingkar seperti spiral, melainkan lurus. Buku Babi rusa karya Piso merupakan rujukan tertua yang pernah ditemukan di Eropa. Buku ini ada di Leiden dan terkenal di Belanda dan juga Eropa.

Hewan langka ini sejak dulu sudah menjadi daya tarik bagi peneliti dan ilmuwan Eropa, keunikan bentuk tubuhnya merupakan hal yang menarik. Sama seperti Anoa, Babi rusa merupakan satwa endemik yang tinggal di Sulawesi, daerah peralihan antara pengaruhi Asia dan Australia. Studi yang dilakukan oleh ilmuwan Indonesia tentang satwa ini relatif sedikit, justru yang paling banyak berasal dari hasil kerja bertahun-tahun Dr Lynn Clayton, dan banyak ilmuwan negeri ini yang merujuk hasil penelitiannya.

Pembantaian besar-besaran telah menyusutkan jumlah Babi rusa. Umumnya para pemburu memasang jerat di daerah yang biasa dilaluinya atau di pinggiran kolam Adudu. Sebelum ada pengawasan, setiap minggunya tidak kurang dari 20 ekor Babi rusa dibunuh di hutan Nantu, bangkainya dikirim ke Minahasa dan Manado untuk diperdagangkan. Seekornya hanya dihargai Rp150.000 di tangan pemburu, jumlah yang tidak seberapa dibandingkan nilai ilmiahnya.

Tidak seperti babi hutan atau jenis lainnya, Babi rusa hanya beranak 1 sampai 2 ekor setiap melahirkan, tidak lebih. Sehingga perkembangannya sangat lambat. Perburuan liar telah menyurutkan populasinya di kawasan hutan Nantu. Saat menyusuri hutan menuju Adudu, banyak jejak binatang ditemukan di tanah yang lembab dan basah. Jemmy Kumolontang, staf Lynn Clayton yang mantan pemburu menjelaskan, jejak kaki babi rusa lebih membulat sementara babi hutan cenderung persegi.

Satwa ini tidak memiliki tempat tinggal (sarang) yang menetap, mereka berkeliaran di sepanjang hutan yang tidak jauh dari Adudu dan jika malam tiba memilih untuk tidur di sela-sela akar bawah pohon besar.

Uniknya, satwa khas Sulawesi ini memiliki “kamar mandi” yang berbentuk kubangan berisi air. Di kolam seukuran tubuhnya ini Babi rusa mencampur air kencingnya dengan air dan menikmati kesesegarannya. Kebiasaannya setelah mandi, Babi huta akan menggosokkan tubuhnya yang penuh lumpur di pepohonan sebagai penanda wilayah jelajahnya. Hanya orang yang biasa mengamati hidup Babi rusa yang bisa melihat bekas gosokan tubuh hewan ini di batang pohon.

Di hutan Nantu yang menyimpan kekayaan alam tiada tara ini juga bisa saksikan bekas-bekas Babi rusa melahirkan. Betina yang akan melahirkan akan mengumpulkan potongan daun untuk dijadikan alas. Berbagai macam daun perdu dan semak, bahkan daun woka dipotong untuk dijadikan kasur. Di atas alas empuk ini bayi mungil Babi rusa lahir.

“Babi rusa sangat peka, mereka tidak bisa hidup di daerah yang telah terbuka. Ini bedanya dengan babi hutan. Babi rusa hanya bisa tinggal di hutan yang masih terjaga keasliannya. Beruntunglah Gorontalo memiliki hutan Nantu yang masih menyimpan kekayaan hutan hujan tropis terlengkap di Sulawesi. Masyarakat harus menjaganya.

WISATA DI HUTAN NANTU

Kegiatan wisata alam dan lingkungan (ekoturisme) di kawasan Suaka Margasatwa Hutan Nantu, Boliohuto, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, dibatasi untuk menjaga kelangsungan ekosistem.

Peneliti konservasi dari Yayasan Adudu Nantu Internasional (YANI) Lynn Clayton di Gorontalo, Jumat 8 Oktober 2010, mengatakan kegiatan ekoturisme di hutan suaka marga satwa yang kaya dengan aneka hayati memang sengaja dikelola secara hati-hati dan terkontrol agar tidak rusak.

Menurut dia, para pengunjung yang ingin datang ke suaka margasatwa hanya dibolehkan dalam jumlah sedikit untuk menjaga kelestarian ekosistem.

“Lebih baik jumlah pengunjung sedikit dengan bayaran tinggi daripada pengunjung banyak tetapi bayaran kecil,” kata peneliti biologi konservasi dari Imperial College, London University, Inggris ini.

Hal ini, katanya, merupakan cara untuk mencegah terjadinya kerusakan ekosistem akibat tingginya tingkat kunjungan kalanganm masyarakat di suaka margasatwa ini.

Menurut dia, Hutan Nantu memiliki potensi ekoturisme yang cukup tinggi karena pengunjung dapat melihat langsung habitat berbagai jenis satwa langka, seperti babi rusa (babyrousa), anoa (bubalus depressicornis), monyet sulawesi (macaca heckii), tarsius (tarsius spectrum), dan terdapat 90 jenis burung, 35 jenis di antaranya endemik Sulawesi.

Apabila dikelola secara profesional, lanjutnya, ekoturisme memang bisa menambah pendapatan penduduk lokal secara berkesinambungan. Penduduk di sekitar hutan akan dilatih menjadi pemandu turis profesional. Pengunjung dapat tinggal di rumah penduduk yang difungsikan sebagai penginapan sederhana.

Terkait dengan hal itu, YANI telah melakukan serangkaian sosialisasi kepada kalangan masyarakat setempat untuk menggugah kesadaran mereka akan pentingnya Hutan Nantu.

Keberadan Hutan Nantu menjadi penting karena berada di kawasan “Wallace”yang merupakan zona transisi dan campuran khas fauna Asia dan Australasia, namun saat ini suaka margasatwa seluas 31.215 hektare terancam oleh maraknya penebangan liar dan perburuan hewan endemik, seperti babi rusa dan anoa. (an)

Hutan nantu, hutan hujan terbaik

Hutan Nantu yang terdapat di Provinsi Gorontalo, merupakan salah satu hutan hujan terbaik di Asia Tenggara. Hutan Nantu merupakan salah satu ikon terpenting di dunia yang dimiliki Provinsi Gorontalo karena memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan sangat penting secara internasional. Tak hanya itu, Nantu juga merupakan salah satu dari sedikit hutan di Sulawesi yang kondisinya masih utuh. Nantu juga berperan sangat penting bagi masyarakat sekitar hutan dan bagian hilir Sungai Paguyaman yang mencakup lebih dari 15.000 jiwa. Hutan Nantu yang merupakan ikon Gorontalo merupakan penyangga Daerah Aliran Sungai (DAS), yang mendukung ketersediaan air dan keseimbangan ekosistem.
Tahun 1869, sang naturalis legendaris Alfred Russel Wallace (1823-1913) dari Desa Hurstpierpoint, wilayah Sussex, Inggris, menyelesaikan buku catatan perjalanannya. Buku itu diberi judul The Malay Archipelago dan di dalamnya membahas Garis Wallace. Wallace menemukan ada dua kelompok fauna yang berbeda antara wilayah timur dan barat. Garis pembatas itu disebut Garis Wallace. Garis pembatas itu ada di antara Pulau Bali dan Lombok serta antara Kalimantan dan Sulawesi. Wallace mengungkap, fauna Sulawesi aneh dan ganjil. Kemungkinan sebagian Sulawesi ada yang masuk Asia dan sebagian masuk Australia. Sejak itulah, Sulawesi atau Celebes dikenal misterius dengan fauna uniknya.

Keunikan Fauna di Kepulauan Sulawesi ini, termasuk yang ada di Hutan Nantu, Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo membuat seorang mahasiswi Universitas Oxford, Inggris, Lynn Clayton, pada tahun 1986 menyusuri belantara Sulawesi. Saat itu, Clayton membantu Dr. Anthony J Whitten membuat buku The Ecology of Sulawesi. Ekspedisi pertama itu membuatnya jatuh cinta dengan hutan Sulawesi, yang selanjutnya membuat dia tetap di Sulawesi hingga kini. Mendedikasikan hidupnya untuk konservasi hutan primer di Hutan Nantu, Boliyohuto Paguyaman, Kabupaten Gorontalo.

Hutan nantu memiliki Fauna yang unik, di antaranya Babi rusa (Babyrousa babyrussa). Sejak 1996 masuk kategori langka dan dilindungi IUCN dan CITES. Babi rusa unik karena memiliki taring yang tumbuh dari hidung, bengkok ke belakang sampai di depan matanya. Selain hewan ini hanya ada di Sulawesi dan sekitarnya, spesies ini menjadi ikon atau spesies kunci untuk konservasi.

Berbagai jenis fauna endemik atau khas Sulawesi yang terdapat di Hutan Nantu selain Babyrousa babyrussa, antara lain adalah Anoa atau Bubalus depressicornis, Monyet Sulawesi atau Macaca heckii, Tarsius atau Tarsius Spectrum dan Babi Hutan atau Sus celebensis. Terdapat pula sembilan puluh jenis burung, yang 35 diantaranya adalah khas Sulawesi.

Tahun 1994, para pembalak liar mulai merangsek ke wilayah Hutan Nantu. Melihat ancaman itu, pemerintahan lokal melalui Lynn Clayton dan kawan – kawan dari beberapa universitas berinisiatif mengajukan daerah tersebut sebagai kawasan konservasi. Beberapa adudu (Tempat satu – satunya di dunia untuk melihat langsung babi rusa di alam terbuka) hancur. Setiap hari hewan langka, seperti babi rusa, rusa dan anoa, dijumpai mati akibat jerat yang dipasang orang. Maka, tekad Clayton (Peneliti di Hutan Nantu) makin menyala untuk mendorong peningkatan keamanan hutan dengan bantuan kepolisian.

Tahun 1999 Hutan Nantu ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 573/Kpts-II/1999 sebagai hutan konservasi dengan status Suaka Marga Satwa dengan luas 31.215 hektar. Berkat patroli dari kepolisian, untuk sementara Hutan Nantu aman. Namun, illegal logging dan transmigrasi tetap jadi ancaman ke depan.

Tahun 2009, Status Hutan Nantu yang akhir – akhir ini banyak di perbincangkan Masyarakat Gorontalo kini telah di temukan titik terang dengan naiknya status Hutan Nantu menjadi Taman Nasional dari status sebelumnya Suaka Marga Satwa. Informasi yang dihimpun, perubahan status dari Suaka Marga Satwa ini adalah hasil kerja keras Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo yang melobby ke Departemen Kehutanan (Dephut) RI. Hasil konsultasi di Departemen Kehutanan Ri menghasilkan kabar baik, yakni status Hutan Nantu yang terletak di Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo mengalami perubahan.

Tentunya dengan perubahan status ini, sistem penjagaan dan pemeliharaan hutan mengalami perubahan pula, sehingga dibutuhkan tanggung jawab dari berbagai pihak. Ini merupakan perjuangan rakyat gorontalo yang tak ternilai harganya. Adanya keinginan untuk melestarikan hutan serta sejumlah habitat didalamnya menjadikan pemerintah pusat tak akan tutup mata.

Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo, berharap ke depan Taman Nasional Hutan Nantu, bisa dijaga lebih baik dari yang sekarang ini. Selain merubah status Hutan Nantu, Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo berkunjung ke Departemen Kehutanan RI juga meminta agar di Provinsi Gorontalo dapat di bentuk Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan melobby penambahan personil pengamanan hutan dalam hal ini Polhut yang mana di Provinsi Gorontalo hanya berjumlah 44 orang. Jumlah ini sangat minim jika dibandingkan dengan luas hutan yang kurang lebih 8.000 hektar.

Hutan Nantu yang terletak di antara Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Boalemo ini akan di jadikan salah satu Obyek Wisata Lingkungan di Provinsi Gorontalo. Kepala Bidang Pariwisata Dinas Perhubungan Pariwisata Provinsi Gorontalo, mengatakan kendala saat ini yang di hadapi adalah belum adanya akses jalan yang memadai menuju lokasi tersebut. Menurutnya jika telah terbuka askes jalan menuju Hutan Nantu maka akan mudah untuk melakukan penataan sesuai kebutuhan pengunjung nanti.[]kps/hln

Leave a comment